DENGAN Rp.5000,- KITA BISA MENIKMATI WISATA BUDAYA KARAWANG

Letak Candi Jiwa

Batujaya adalah sebuah desa di tepi Sungai Citarum, sekitar 20 km di sebelah barat laut kota Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Batujaya hanya 20 km dari Ujung Karawang - tempat bermuaranya Sungai Citarum di Laut Jawa yang membentuk delta. Sekitar 25 km ke sebelah timur, terdapat kampung Cibuaya - sebuah kampung yang di kalangan para ahli arkeologi terkenal sebab di dalamnya terdapat situs Cibuaya yang menyingkapkan artefak-artefak penting pra-sejarah (Neolitikum) Jawa Barat dan Indonesia. Cibuaya terletak 5 km dari tepi pantai. Dulu, mungkin Batujaya dan Cibuaya terletak di tepi pantai, sedimementasi, kuarter di wilayah ini sangat aktif.


Bila kita merujuk pada sumber-sumber sejarah, bahwa di Jawa Barat terdapat kerajaan tertua yakni kerajaan Tarumanegara yang berkembang pada abad ke-4 hingga 8 Masehi(ayatrohaedi, ESUI1986 2). Berdasarkan prasati-prasati dan tinggalan arkeologi yang diidentifikasi dan tersebar di wilayah kabupaten Karawang, Bekasi, Bogor, pandeglang dan DKI Jakarta sebagai tinggalan masa kerajaan Tarumanegara maka dapat diduga wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar Jawa Barat dan Banten.

Jawa barat dianggap miskin tentang peninggalan masa lalu berupa candi. Namun citra ini berubah dengan ditemukannya beberapa situs yang diidentifikasi sebagai candidi beberapa wilayah seperti Cangkuang (garut). Situs Binangun Pamarican Pananjun dan Rajegwesi (ciamis). Cibuaya dan Batu Jaya (karawang). Serta Bojongmenje (bandung). Dugaan para ahli hanya bangunan-bangunan candi di Batu Jaya sajalah yang mempunyai latar agama Budha sedangkan lainnya hindu.
Sejak ditemukannya tim arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FIB) tahun 1984 sampai tahun 1994 telah melakukan serangakain penelitian untuk menguak “misteri” percandian di situs ini. Sebagian misteri yang memang telah terungkap namun masih banyak yang bisa dan perlu diteliti untuk dapat mengisi kerangka sejarah politik social dan budaya di jawa barat.

SEJARAH DAN BENTUK CANDI JIWA



@Sejarah Candi Jiwa




Awalnya di tengah hamparan sawah di Batujaya banyak ditemukan bukit-bukit kecil atau dalam bahasa setempat disebut unur. Berdasarkan hasil ekskavasi yang dilakukan oleh para arkeolog, di dalam unur-unur tersebut banyak ditemukan tinggalan-tinggalan budaya dari masa lalu. Kawasan Cagar Budaya pertama kali ditemukan oleh Jurusan Arkeologi Universitas Indonesia ada tahun 1984. Kemudian pada tahun 1985 ditindaklanjuti dengan penelitian arkeologi yang berhasil mengungkap isi dari unur-unur yang ada di Kawasan Cagar Budaya Batujaya.
Sejak saat itu sampai sekarang, penelitian kepurbakalaan terus dilakukan. Penelitian tersebut berhasil menemukan banyak tinggalan budaya di Kawasan Cagar Budaya Batujaya. Pada tahun 2000 diketahui terdapat 24 lokasi yang mengandung tinggalan budaya dan sampai tahun 2010 telah tercatat 30 lokasi situs. Berdasarkan hasil penelitian kepurbakalaan, sebagian besar unur di Kawasan Cagar Budaya mengandung tinggalan berupa bangunan candi yang terbuat dari susunan bata.
Bentuk candinya antara satu dengan yang lain mempunyai bentuk yang berbeda-beda, misalnya ada ada candi yang memiliki tangga naik ke tubuh candi, namun ada pula candi yang tidak memiliki anak tangga. Bahkan ada temuan struktur bata yang diperkirakan dahulu adalah tempat tinggal pemuka agama Budha.\
(sumber BP3 Serang)




Bentuk Candi Jiwa



Setelah diawali dengan penelitian, tinggalan di Kawasan Cagar Budaya Batujaya diupayakan untuk dilestarikan dengan melakukan pemugaran bangunan-bangunan candi yang tertanam di dalam unur. Kegiatan pemugaran candi dilakukan terhadap situs segaran I atau dikenal dengan unur Jiwa (setelah selesai dipugar disebut Candi Jiwa). Kegiatan pemugaran Candi Jiwa dimulai pada tahun 1996 dan selesai pada tahun 2001. Candi Jiwa setelah dipugar ternyata hanya memperlihatkan bagian pondasi dan sebagian tubuh candi tanpa ada tangga sebagaimana umumnya candi-candi yang ada di Indonesia, sementara bagian atas atau puncaknya tidak diketahui bentuk aslinya.
Dr.Hasan Djafar, pakar arkeologi dari Universitas Indonesia, menggambarkan bahwa bentuk Candi Jiwa yang berdenah bujur sangkar memperlihatkan bentuk seperti bunga teratai (padma), pada bagian atas atau puncak candi terdapat denah struktur melingkar, diduga sebagai bekas stupa atau lapik arca Budha, sehingga jika dibayangkan akan seperti stupa atau arca Budha di atas bunga teratai yang sedang mekar terapung di tengah telaga. Bentuk candi seperti ini belum pernah ditemukan di Indonesia.
Selain pemugaran Candi Jiwa, juga dilakukan kegiatan pemugaran di Situs Segaran V atau lebih dikenal dengan Candi Blandongan. Letaknya di tengah persawahan, di sebelah utara Candi Jiwa. Kegiatan pemugaran Candi Blandongan dimulai pada tahun 1999 dan sampai saat ini (tahun 2010) masih dalam proses yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3 Serang). Bentuk candi ini berbeda dengan Candi Jiwa, di keempat sisinya terdapat tangga untuk memasuki selasar candi yang dibatasi pagar langkan. Jika memperhatikan keempat bentuk tangganya, tangga sisi barat laut memiliki perbedaan dengan ketiga tangga lainnya, karena itu diperkirakan bahwa tangga utamanya adalah tangga sisi barat laut.
Bagian menarik dari Candi Blandongan adalah dindingnya memiliki banyak perbingkaian dengan ornament berupa pelipit-pelipit, antara lain pelipit rata dikenal dengan istilah patta, pelipit setengah lingkaran atau kumuda, dan pelipit bergerigi yaitu susunan dua lapis bata yang menonjol dan ujungnya dibentuk meruncing. Berdasarkan hasil penelitian dan pemugaran, bangunan Candi Blandongan telah mengalami perubahan bentuk terutama pada dindingnya yang dilakukan oleh pendukung budayanya di masa lalu. Bukti ini menunjukkan adanya penambahan dan perubahan bentuk dindingnya yang terlihat saat ini. Candi lain di Kawasan Cagar Budaya Batujaya yang kini dapat dilihat namun belum selesai dipugar adalah Candi Serut I atau Situs Telagajaya I, yang dipugar sejak tahun 2007. Di lihat dari bentuknya, Candi Serut I memiliki bentuk yang berbeda dengan Candi Jiwa dan Candi Blandongan. Dengan menyaksikan tiga bangunan candi yang saat ini telah dibuka dari unurnya, memperlihatkan dan memberi kesan bahwa di masa lalu di Situs Batujaya berkembang sebuah peradaban yang tinggi.
(Sumber BP3 Serang)

CANDI KARAWANG




##CANDI JIWA





Candi ini adalah candi pertama kali ditemukan dan dipugar, bentuknya memang berantakan karena ketika ditemukan belum terlihat bentuk bangunannya dengan jelas, candi ini mengingatkan saya dengan Candi Bubrah yang ada di Kompleks Candi Prambanan.

Awalnya candi ini hanya gundukan tanah, namun pada tahun 1985 kemudian di ekskavasi dan dilanjutkan pada tahun 1986 oleh tim Arkeolog FSUI.

Yang ditemukan dari candi ini hanyalah bagian bawah (fondasi saja), ukurannya 19 x 19 m, dengan tinggi keseluruhan bangunan yang tersisa 4,7 m dan luas areal candi 500 m2. Candi ini tidak ada tangga, tidak diketahui persis dahulu berbentuk seperti apa, yang jelas candi ini sepertinya bagian dari candi lainnya, namun bukan untuk ditinggali seperti candi Ratuboko yang memang menjadi singgasana Ratuboko, di Jogja.

Letak candinya dibawah permukaan tanah, mirip seperti Candi Sambisari di Jogja, jadi ada tangga ke bawah untuk bisa sampai ke candi tersebut.




##Candi blandongan






Candi ini bentuknya lebih baik dibandingkan dengan Candi Jiwa, ketika saya kesana bentuknya seperti ruang kerajaan, mengingatkan saya dengan Candi Ratuboko yang ada di Jogja, ketika pertama kali ditemukan inskripsi dari emas yang berisi fragmen ayat-ayat suci agama Budha. Dari candi inilah teka-teki candi ini Budha atau Hindu terpecahkan....

Candi ini berukuran bujur sangkar 25 x 25 m di bagian utama candinya, secara keseluruhan luas areal candi ini 110 x 38 m. Candi ini cukup luas karena di sekitarnya kemungkinan besar ada candi-candi perwara yang lebih kecil, ketika saya kesana, batu-batu di sekeliling candinya masih disusun jadi belum tampak jelas susunannya.

Bentuk candi ini saya yakin akan bagus karena bentuknya sudah menyerupai bangunan di masa lalu.




##CANDI SERUT






Candi ini sangat luas bila dibandingkan dengan candi-candi lainnya karena saat bangunan tengahnya di ekskavasi luasnya hampir sama dengan Candi Blandongan, padahal ketika saya kesana, tanah-tanahnya terlihat memerah seperti ada batu bata di dalamnya. Kata warga sekitar sebenarnya yang saya pijak saat ini adalah bagian dari wilayah candi, termasuk beberapa rumah warga di daerah sekitar (jumlahnya kalau tidak salah mencapai 10 rumah dengan rata-rata luas rumah 100m2 jadi bisa kebayang dong luasnya berapa besar....

Tidak hanya itu di areal candi ini juga ada sumur yang besar sekali, hmm mengingatkan saya kembali pada Candi Ratuboko lengkap dengan pemandiannya. Saya membayangkan pasti mewah sekali pemandian dan tempat tinggal raja-raja ya....




##HIASAN BANGUNAN DAN ARCA


Karena candi ini diduga candi pertama di Indonesia, karena itu ornamennya tidak kompleks, sangat berbeda dengan candi terakhir peninggalan Brawijaya yang ornamen dan detilnya kompleks. Bentuk dari hiasan stuko dari candi berbentuk bunga Lotus, gelungan, pita manik-manik dan situs Nilanda.




Untuk arca beragam, terdiri dari empat kelompok:
1. Arca Batu.
Yang ditemukan dalam Candi Blandongan bentuknya seperti ikalan rambut Budha yang terpecah-pecah.
2. Arca Perunggu.
Berbentuk kaki dari patung Budha.
3. Arca Stuko.
Arca yang terbuat dari bahan Stuko ini berbentuk tokoh manusia, mahluk kdewataan dan arca-arca hewan. Ukurannya tidak sebesar candi-candi yang ada di Jogja
4. Arca Terakota.
Bentuk arcanya mirip dengan relief yang arca dari Thailand dan Kambodja.

Candi di daerah ini memang bentuknya tidak sebagus candi-candi di Jogja, karena bahan materialnya terbuat dari bata merah, mirip Candi Muara Takus. Lain halnya dengan candi di Jogja yang berbahan andesit. Di candi ini bahan andesit hanya dipakai untuk pijakan saja, sedangkan untuk struktur bangunan semua menggunakan bata merah.



So, jangan terlalu berharap lebih banyak karena memang bentuknya juga tidak semenarik di Jogja. Meski begitu ada satu hal yang menurut saya bagus dari candi ini. Yang pertama, keberanian raja terdahulu membangun areal kerajaan di daerah ini mengingat tanah di daerah ini dulunya adalah rawa yang sangat rentan tanahnya, pasti kemungkinan untuk gagal sangat besar, namun dengan perhitungan yang cukup matang sebuah bangunan nan megah dibuat, so pasti ilmu pertanahan mereka jago banget kan....


Untuk beberapa daerah candi, jalannya sudah dibeton, so jangan khawatir akan belok, karena jalannya sudah mulus. Candi-candi lainnya masih belum rampung jadi kita belum bisa melihat utuhnya seperti apa, satu hal yang saya yakini, bentuknya pasti bagus banget kalau sudah jadi.

So, nggak perlu banyak baca blog ini, langsung saja berpetualang ke sana....

WISATA PURBAKALA DI CANDI JIWA KARAWANG




WISATA PURBAKALA DI CANDI JIWA KARAWANG




Candi Jiwa di Desa Segaran Kecamatan Batujaya, Karawang, Jawa Barat, disosialisasikan sebagai lokasi wisata purbakala, sekaligus pencanangan tahun wisata purbakala Karawang dengan tujuan untuk menarik lebih banyak lagi pengunjung wisatawan ke Karawang.




Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf, yang menghadiri acara tersebut, mengimbau Pemkab Karawang supaya mengalokasikan anggaran untuk pengembangan Candi Jiwa, karena Pemprov Jabar sudah mengalokasikan anggaran untuk pengembangan candi tersebut.

“Pengembangan Candi Jiwa penting, karena cukup berpotensi dalam hal wisata purbakala. Pemprov Jabar akan serius mengembangkan Candi Jiwa itu,” kata Dede Yusuf, saat mensosialisasikan Candi Jiwa sebagai lokasi wisata purbakala sekaligus menghadiri acara perayaan puja bakti Waisak yang dihadiri sekitar 3000 umat Buddha dari Jawa Barat, Jakarta dan Banten.

Untuk mendukung pengembangan Candi Jiwa, Pemprov Jabar sudah mengalokasikan anggaran sekitar Rp2 miliar. Anggaran itu untuk pengembangan daerah di sekitar candi, seperti untuk pembangunan museum Situs Batujaya, panggung pertunjukkan, panggung terbuka, penyediaan lahan parkir yang refresentatif dan sarana penunjang lainnya.

Pada saat itu acara puja bakti Waisak yang berlangsung di pelataran lokasi Candi Jiwa prosesi meliputi penyalaan lilin, dupa dan penyalaan lilin lima warna. Dilanjutkan meditasi yang dipimpin Shikku Sangha, kemudian Permohonan Tisarana dan Pancasila serta pembacaan Paritta

Ketua II Panitia penyelenggaran, Dendhi Ananda, Selasa (7/6) mengatakan, perayaan puja bakti Waisak yang berlangsung Minggu (5/6) dengan thema “Kedamaian Cahaya Kebenaran” tersebut, bertujuan mengingatkan umat Buddha terhadap tiga peristiwa agung yakni Siddarta Gautama lahir, Petapa Gautama mencapai penerangan agung, dan Buddha Gautama Parinibbana (wafat).

Melalui puja bakti Waisak seluruh umat Buddha diharapkan memahami kembali makna perjuangan Siddarta Gautama dalam mencapai kesempurnaan hidup. “Kita harus membangun semangat spiritual terhadap Buddha, Dharma dan Sangha, sehingga kita malu berbuat jahat dan takut akibat perbuatan jahat,” kata Dendhi.

Pada peringatan puja bakti Waisak ini, umat Budha dari sembilan vihara di Karawang dan Cikarang, Bekasi, mengadakan kegiatan bakti sosial donor darah serta kegiatan sosial lainnya bantuan sembako kepada masyarakat kurang mampu yang pemukimannya disekitar vihara.

Facebook Twitter RSS